Halaman

Jumat, 15 Oktober 2010

TINGKATAN TEORI AKUNTANSI

PENGANTAR DAN METODOLOGI TEORI AKUNTANSI


Teori akuntansi merupakan penalaran logis dalam bentuk seperangkat prinsip luas yang memberikan kerangka acuan umum yang dapat digunakan untuk menilai praktek akuntansi memberi arah pengembangan prosedur dan praktek baru.
Tujuan teori akuntansi adalah untuk memberikan seperangkat prinsip logis yang saling berkaitan, yang membentuk kerangka acuan umum bagi penilaian dan pengembangan praktek akuntansi yang sehat.
Dalam pengembangan teori akuntansi selain pertimbangan kemampuan untuk menjelaskan atau meramalkan, juga harus dipertimbangkan kesanggupan teori tersebut untuk mengukur risiko, atau probabilitas prediksi untuk berfungsi sebagai pernyataan yang tepat atas kejadian di masa depan.

                           TINGKATAN TEORI AKUNTANSI                          

Teori akuntansi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkat utama, yaitu:
1.      Teori Sintaksis
2.      Teori Interpretasional
3.      Teori perilaku (pragmatis)

Ad. 1 Teori Sintaksis

Teori ini berhubungan dengan struktur proses pengumpulan data dan pelaporan keuangan. Teori sintaksis mencoba menerapkan praktek akuntansi yang sedang berjalan dan meramalkan bagaimana para akuntan harus bereaksi terhadap situasi tertentu atau bagaimana mereka akan melaporkan kejadian-kejadian tertentu. Teori-teori yang berhubungan dengan struktur akuntansi antara lain teori praktek akuntansi tradisional (oleh Ijiri dan Sterling) yang disebut model Ijiri, model ini menerangkan praktek akuntansi tradisional yang ditekankan pada sistem biaya historis/ harga perolehan (historical cost system). Diperlukan untuk memperoleh pandangan yang lebih luas tentang praktek yang sedang berlangsung. Teori ini memungkinkan untuk dievaluasi secara lebih tepat, juga memungkinkan pengevaluasian terhadap praktek-praktek yang ada, yang tidak sesuai dengan teori tradisional. Teori yang berhubungan dengan struktur akuntansi dapat diuji untuk melihat konsistensi logis dalam teori itu, atau untuk melihat apakah teori-teori itu bener-bener dapat meramalkan apa yang dikerjakan akuntan. Pengujian lain menunjukkan bahwa meskipun teori tradisional tidak lengkap, namun sudah menunjukkan variabel-variabel yang relevan.
Ad. 2 Teori Interpretasional (semantis)
Teori ini berkonsentrasi pada hubungan antara gejala (obyek atau kejadian) dan istilah atau simbol yang menunjukkannya. Teori-teori yang berhubungan dengan interpretasi (semantik) diperlukan untuk memberikan pengertian dalil-dalil akuntansi yang bertujuan meyakinkan bahwa penafsiran konsep oleh para akuntan sama dengan penafsiran para pemakai laporan akuntansi.
Pada umumnya, konsep akuntansi tidak dapat diinterpretasikan dan tidak mempunyai arti selain sebagai hasil prosedur akuntansi tertentu. Misalnya, laba akuntansi merupakan konsep buatan yang mencerminkan kelebihan pendapatan atas beban sesudah menerapkan aturan tertentu untuk mengukur pendapatan dan beban. Teori interpretasi memberikan interpretasi yang berguna terhadap konsep buatan dan menilai prosedur akuntansi alternatif berdasarkan interpretasi. Namun, konsep-konsep umum sering tidak dapat diinterpretasikan dan diberi pengertian yang berbeda oleh para peneliti yang berbeda. Misalnya, nilai tidak memiliki interpretasi khusus. Current value (nilai saat ini/nilai berlaku) akan mempunyai pengertian yang sama, sebelum menginterpretasikan kita harus melihat subkonsepnya dahulu sehingga terdapat kesepakatan yang jelas mengenai interpretasinya. Konsep nilai sekarang dari jasa yang akan datang, arus kas yang didiskontokan (discounted cash flows), harga pasar berlaku (current market prices), dan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) semuanya merupakan subkonsep dari nilai berlaku (current value) dan masing-masing dapat diberi aturan interpretasi khusus.
Contoh penerapan teori interpretif adalah sebagai berikut: pengukuran nilai persediaan pada saat ini, langkah pertama adalah menunjukkan sub konsep untuk menerapkan aturan interpretasi khusus. Jika harga beli berlaku yang dipilih maka current value dapat didefinisikan sebagai harga tukar untuk suatu barang di pasar pembelian pada tanggal neraca. Jika harga pasar tidak ada dapat dianggap harga pasar tidak layak pakai, maka alternatifnya adalah menilai prosedur akuntansi lain yang tersedia dalam kondisi interpretasi ini.
Pembuktian teori ini dapat diperoleh dari riset yang dilakukan untuk menentukan apakah pemakai informasi akuntansi memahami makna yang dimaksudkan oleh pembuat informasi, apakah telah konsisten dengan teori yang ada.
Ad. 3 Teori Perilaku (pragmatik)
Teori ini menekankan pada pengaruh laporan serta ikhtisar akuntansi terhadap perilaku atau keputusan. Penekanan dalam perkembangan teori akuntansi adalah penerimaan orientasi komunikasi dan pengambilan keputusan. Sasarannya pada relevansi informasi yang dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan dan perilaku berbagai individu atau kelompok sebagai akibat penyajian informasi akuntansi serta pengaruh laporan dari pihak eksternal terhadap manajemen dan pengaruh umpan balik terhadap tindakan para akuntan dan auditor. Jadi, teori perilaku mengukur dan menilai pengaruh-pengaruh ekonomik, psikologis, dan sosiologis dari prosedur akuntansi alternatif dan media pelaporannya.

PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF

PENALARAN DEDUKTIF

Metode penalaran deduktif dalam akuntansi adalah proses yang bermula dengan tujuan dan postulat, yang dari sini diturunkan prinsip-prinsip logis yang memberikan landasan bagi penerapan yang konkret dan praktis. Jadi, aturan atau penerapan praktis berasal dari penalaran logis, postulat dan prinsip yang ditarik secara logis seharusnya tidak hanya mendukung atau berusaha menjelaskan kelaziman akuntansi atau praktek yang sekarang telah diterima. Struktur proses deduktif mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.      perumusan tujuan umum dan khusus laporan keuangan
2.      pernyataan mengenai postulat akuntansi yang berhubungan dengan bidang ekonomi, politik, dan sosial dimana akuntansi harus berperan
3.      seperangkat kendala untuk mengarahkan proses penalaran
4.      suatu struktur, rangkaian simbol, atau kerangka acuan dimana ide-ide dapat dinyatakan dan diikhtisarkan
5.      pengembangan seperangkat definisi
6.      perumusan prinsip atau pernyataan umum mengenai kebijakan yang diturunkan dari proses logik
7.      penerapan prinsip-prinsip dalam situasi khusus dan penetapan metode serta aturan prosedural
8.      Dalam proses deduktif, perumusan tujuan sangat penting karena tujuan yang berbeda dapat mensyaratkan struktur yang sama sekali berbeda dan menghasilkan prinsip-prinsip yang berbeda pula.
Teori akuntansi harus cukup fleksibel untuk memenuhi berbagai tujuan yang berbeda, tetapi cukup ketat untuk mempertahankan keseragaman dan konsistensi dalam laporan keuangan kepada pemegang saham dan masyarakat umum.
Kendala merupakan pembatasan pengembangan prinsip yang diturunkan dari tujuan dan postulat. Batasan-batasan ini diperlukan karena beberapa keterbatasan lingkungan, khususnya yang disebabkan oleh ketidakpastian mengenai masa yang akan datang dan perubahan di dalam lingkungan, misalnya fluktuasi dalam nilai unit pengukur yaitu uang.
Simbol dan struktur kerja umum diperlukan sebagai sarana pengkomunikasian ide-ide, dalam akuntansi dapat berupa persamaan akuntansi dan beberapa laporan keuangan turunan. Dalam struktur ini, laporan-laporan keuangan saling berkaitan guna menjaga konsistensi internal.
Kelemahan metode deduktif adalah jika setiap postulat dan premis ternyata salah, maka kesimpulannya juga akan salah. Metode ini juga dianggap menyimpang dari kenyataan untuk bisa menurunkan prinsip yang realistis dan berguna, atau untuk memberikan dasar bagi aturan-aturan praktis.

PENDEKATAN INDUKTIF

Proses induktif meliputi penarikan kesimpulan umum dari pengamatan dan pengukuran yang terinci. Pendekatan induktif tidak dapat dipisahkan dari pendekatan deduktif, karena pendekatan deduktif memberikan petunjuk pemilihan data yang akan ditelaah.
Dalam akuntansi, proses induktif melibatkan pengamatan data keuangan perusahaan. Jika terdapat hubungan yang berulang-ulang, maka generalisasi dan prinsip dapat dirumuskan, sehingga ide dan prinsip yang baru dapat ditemukan, khususnya bila pengamatan tidak dipengaruhi oleh prinsip dan praktek yang berlaku.
Misalnya pengamatan terhadap sejumlah perusahaan dapat dibuktikan kecenderungan historis dari penjualan masa lalu merupakan alat ramal yang lebih baik untuk kas yang akan diterima dari pelanggan pada masa yang akan datang ketimbang catatan kas yang sesungguhnya diterima pada masa lalu karena adanya tenggang waktu dalam proses penagihannya.
Keunggulan pendekatan induktif adalah tidak perlu dibatasi oleh model atau struktur yang ditetapkan terlebih dahulu. Para peneliti bebas mengadakan pengamatan yang dianggap relevan, generalisasi atau prinsip yang telah dirumuskan harus ditegaskan dengan proses logis pendekatan deduktif dan pembuktian kesimpulan.
Kelemahan utama prosesi induktif adalah bahan pengamat mungkin dipengaruhi oleh ide-ide di bawah sadar mengenai hubungan apa yang relevan dan data apa yang harus diamati.
Kesulitan pendekatan induktif dalam akuntansi adalah data mentah mungkin berbeda bagi setiap perusahaan, yang mungkin hubungannya berbeda sehingga sulit menarik generalisasi dan prinsip-prinsip dasar. Misalnya hubungan antara total pendapatan dan harga pokok penjualan mungkin konstan terus untuk beberapa perusahaan, tetapi hal ini bukan berarti konsep laba kotor historis merupakan pengukuran yang baik untuk meramalkan operasi suatu perusahaan pada masa datang dalam seluruh kasus.
Teori induktif maupun deduktif bersifat deskriptif atau normatif. Teori deskriptif berusaha menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada pemakai data akuntansi. Teori normatif menjelaskan data apa yang seharusnya dikomunikasikan dan bagaimana data itu harus disajikan.

BEBERAPA PENDEKATAN PERILAKU ALTERNATIF

Salah satu langkah pertama dalam pengembangan teori akuntansi adalah pernyataan yang jelas mengenai tujuan perilaku (behavioral objectives) pemakai laporan. Berberapa alternatif pendekatan perilaku adalah sebagai berikut:

Teori-teori penilaian investasi

Tujuan utama laporan akuntansi keuangan adalah untuk menyajikan informasi kepada para pemegang saham dan para calon pembeli saham guna membantu mereka mengambil keputusan utnuk membeli atau menjual atau menahan saham biasa perusahaan. Teori ini mencakup:
Teori-teori nilai intrinsic, untuk menjelaskan harga surat berharga. Nilai intrinsik adalah nilai yang dianggap investor sebagai nilai yang sesungguhnya dari surat berharga dan nilai yang akan tercermin dalam harga pasarnya.
Hipotesis pasar yang efisien, menyatakan bahwa pasar surat berharga adalah efisien. Tiga bentuk pasar efisien yang dikenal secara umum adalah (1) bentuk lemah – harga-harga surat berharga mencerminkan informasi yang tersirat dalam urutan harga historis; (2) bentuk semikuat – harga-harga surat berharga mencerminkan sepenuhnya seluruh informasi yang tersedia bagi publik mengenai perusahaan; (3) bentuk kuat – harga-harga surat berharga mencerminkan bahkan termasuk informasi khusus.
Teori Portofolio, menyatakan bahwa para investor yang rasional akan lebih suka menyimpan surat berharga yang memaksimisasi rate of return (tingkat laba) yang diharapkan untuk tingkat risiko tertentu atau meminimisasi tingkat risiko untuk tingkat laba yang diharapkan. Teori portofolio bersifat normatif karena menjelaskan bagaimana investor seharusnya bertindak, teori ini penting karena menunjukkan perlunya membedakan antara risiko sistematik (variabilitas yang dikaitkan dengan pergerakan harga pasar umum) dan risiko nonsistematik (variabilitas tingkat laba suatu surat berharga yang tidak dikorelasikan dengan tingkat laba untuk pasar secara keseluruhan).

PEMROSESAN INFORMASI MANUSIA

Tujuan telaah ini adalah:
1.      Untuk meningkatkan kemampuan informasi keuangan untuk mencerminkan secara akurat obyek atau kejadian yang sesungguhnya
2.      Untuk memahami bagaimana jumlah, jenis dan format informasi keuangan mempengaruhi penilaian atau prediksi para pemakai
3.      Untuk memahami kemampuan pengambil keputusan untuk bereaksi secara tepat terhadap persepsi lingkungan (ketepatan reaksi)
4.      Untuk memahami bagaimana para individu menangani kerumitan dalam pengambilan keputusan
5.      Indikator prediktif
Ada empat cara untuk mengaitkan data akuntansi dengan masukan model-model keputusan :
1.      Prediksi langsung, dibuat oleh akuntan dan pihak manajemen dalam bentuk prakiraan (forecast) yang dapat diuji akuntan independen.
2.      Prediksi tak langsung, merupakan konsep yang paling umum diterapkan. Data masa lalu dianggap memiliki kemampuan prediktif yang dapat digunakan untuk memperkirakan obyek atau kejadian masa datang.
3.      Penggunaan indikator utama akan menekankan kemampuan akuntansi untuk meramalkan titik balik.
4.      Penggabungan informasi dapat digunakan sebagai indikator prediktif, data akuntansi tertentu tidak dapat digunakan untuk membuat prediksi, tetapi mungkin akan menjadi relevan bila digabung dengan informasi lainnya untuk menilai prospek perusahaan di masa mendatang.
PENDEKATAN KEJADIAN (EVENTS APPROACH)
Tiga masalah dalam pengembangan teori akuntansi adalah:
1.      Haruskah laporan keuangan ditujukan pada pemakai tertentu dan kebutuhannya atau pada berbagai pemakai yang kebutuhannya bermacam-macam.
2.      Seberapa rinci jenis informasi akuntansi tertentu harus disajikan
3.      Jenis informasi apa yang harus dipilih untuk disajikan
Kelemahan pendekatan ini adalah:
q       Kriteria untuk memilih informasi apa yang harus disajikan tidak jelas, sehingga tidak mengarah pada teori akuntansi yang berkembang
q       Perluasan data mungkin menyebabkan informasi yang berlebihan bagi pemakainya
q       Tidak terdapat bukti bahwa pengukuran kejadian lebih dapat diverifikasi daripada pengukuran obyek, atau penyajian ciri-ciri kejadian membutuhkan prediksi yang lebih baik daripada penyajian kejadian dan obyek yang dipilih.

PENDEKATAN ETIS

1.      Pendekatan etis terhadap teori akuntansi menekankan konsep keadilan, kebenaran, dan kewajaran. Konsep dasarnya adalah:
2.      Prosedur akuntansi harus memberikan perlakuan yang adil (sama rata) bagi semua pihak yang berkepentingan
3.      Laporan keuangan harus menyajikan laporan yang benar dan akurat tanpa kesalahan penyajian
4.      Data akuntansi haruslah wajar, tidak menyesatkan, dan tidak memihak pada kepentingan tertentu.

Penggunaan teori komunikasi

Penekanan pada faktor-faktor sosiologis perusahaan
Teori akuntansi sosial mensyaratkan suatu pernyataan tujuan, konsep sosial dan metode pengukurannya, struktur pelaporan dan komunikasi informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan meliputi biaya dan manfaat internal bagi perusahaan, serta biaya dan manfaat yang hanya mempengaruhi pihak luar, membuat perbandingan sasaran perusahaan dan kegiatan yang berkaitan dengan prioritas sosial, dan mempertanggungjawabkan sumbangan terhadap tujuan sosial kepada masyarakat umum.

VERIFIKASI TEORI AKUNTANSI

Dalam pengembangan pemahaman akuntansi atau praktek akuntansi, teori akuntansi harus dapat dikonfirmasi. Konfirmasi harus dapat diterima pada beberapa tingkat:
Premis mengenai dunia nyata harus berdasarkan hubungan antara pernyataan dan gejala yang dapat diamati
Hubungan beberapa pernyataan didalam teori harus dapat diuji dari segi konsistensi logis
Jika ada premis yang didasarkan pada pertimbangan nilai yang tidak pasti, maka kesimpulan teori atau hipotesis yang sedang diuji harus tergantung pada verifikasi nilai yang independen.

KONTROVERSI DALAM PENGEMBANGAN PRINSIP DAN PROSEDUR AKUNTANSI

Setiap pendekatan teori akuntansi berperan membantu penerapan dan pengevaluasian prinsip dan prosedur akuntansi. Pengembangan dan penerapan teori akuntansi berusaha menempatkan semua pendekatan teori dalam prespektif yang tepat dengan penekanan khusus pada proses deduktif yang disertai pembahasan verifikasi empiris dimana temuan penelitian dianggap relevan.

LINGKUNGAN AKUNTANSI

Lingkungan akuntansi berpengaruh langsung terhadap tujuan akuntansi dan penjabaran prinsip dan aturan secara logis. Tidak semua aspek masyarakat relevan bagi akuntansi, beberapa tidak relevan, beberapa lainnya relevan secara tidak langsung. Aspek masyarakat yang relevan secara langsung adalah aspek ekonomi, sosial, dan politik.
Kesatuan akuntansi (accounting entity)
Definisi kesatuan akuntansi adalah menentukan unit ekonomi yang mengendalikan sumber-sumber daya, bertanggungjawab untuk membuat dan melaksanakan kegiatan ekonomi. Kesatuan akuntansi dapat berupa perusahaan perseorangan, firma, atau perseroan terbatas atau perusahaan konsolidasi yang melaksanakan kegiatan ekonomi untuk mencari laba atau bukan untuk mencari laba. Pemilihan kesatuan yang tepat dan penentuan batasannya tergantung pada tujuan laporan dan kepentingan para pemakai informasi yang dilaporkan.
Kesinambungan (continuity)
Unit kesatuan ekonomi akan beroperasi selama periode waktu yang tak terbatas untuk melaksanakan komitmen yang ada, dan tidak bermaksud untuk melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika likuidasi terpaksa dilakukan maka prosedur akuntansi yang biasa tidak dapat diterapkan lagi, harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

TUJUAN AKUNTANSI

Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi mengenai transaksi dan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun, tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka pada perusahaan tersebut.

Relevansi

Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini dan masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

KENDALA PEMAKAI

Kendala utama timbul karena para akuntan kurang mampu mengendalikan kemampuan para pemakai untuk mengelola data yang sangat banyak atau untuk menginterpretasikan data yang terikhtisar dalam membuat ramalan, tanpa memperhatikan perbaikan laporan keuangan dan penyajian semua informasi yang perlu untuk membuat keputusan atas ramalan tersebut.

Materialitas

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Informasi dianggap material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atsa dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos dan kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat.

Konsistensi

Konsistensi penggunaan prosedur akuntansi yang sama oleh satu perusahaan dari satu periode ke periode berikutnya, penggunaan konsep dan prosedur pengukuran yang sama untuk perkiraan yang bersangkutan dalam laporan perusahaan dalam suatu periode, dan penggunaan prosedur yang sama oleh perusahaan yang berbeda. Jika digunakan prosedur pengukuran yang berbeda maka sulit untuk memproyeksikan tren atau menjelaskan pengaruhnya terhadap perusahaan dari periode ke periode yang dipengaruhi faktor eksternal.
Tepat Waktu (Timeliness)
Informasi harus tepat waktu, artinya informasi yang digunakan investor dan kreditor pada saat membuat ramalan dan keputusan harus terbaru. Pengumpulan dan pengikhtisaran informasi akuntansi dan publikasinya harus secepat mungkin guna menjamin tersedianya informasi yang tepat waktu bagi para pemakai.

PENGUKURAN DI DALAM AKUNTANSI

Pengukuran melibatkan proses penggolongan, pengidentifikasian, serta pengungkapan informasi yang tidak bersifat kuantitatif. Pengukuran dalam akuntansi diarahkan ke penyajian informasi yang relevan untuk penggunaan yang ditetapkan. Keterbatasan data yang tersedia dan ciri-ciri lingkungan membatasi keakuratan dan keterandalan pengukuran. Kendala-kendala pengukuran tersebut antara lain:
Ketidakpastian (Uncertainty)
Ketidakpastian dalam akuntansi timbul dari dua sumber utama:
1.      Informasi akuntansi diharapkan tetap beroperasi dimasa mendatang, karena alokasi dilakukan antara periode masa lalu dan masa datang, maka asumsi harus dibuat berdasarkan harapan mengenai masa datang.
2.      Pengukuran akuntansi sering diasumsikan mengungkapkan kekayaan dalam nilai uang yang membutuhkan estimasi jumlah mendatang yang tidak pasti.

Obyektivitas dan veriabilitas

Obyektivitas mengandung pengertian yang berbeda, diantaranya ialah:
1.      Pengukuran yang bersifat impersonal atau berada di luar pikiran orang yang melakukan pengukuran
2.      Pengukuran didasarkan pada bukti yang dapat diperiksa
3.      Pengukuran didasarkan pada kesepakatan para pihak yang kompeten
4.      Lebar-sempitnya dispersi statistis dari pengukuran bila dilakukan oleh pengukur yang berbeda.
5.      Bebas dari bias
6.      Bebas dari bias atau netral dan wajar merupakan kemampuan prosedur pengukuran untuk memberikan deskripsi yang akurat atas atribut yang sedang diteliti.

Keterbatasan unit moneter

Unit moneter mempunyai keterbatasan sebagai metode pengkomunikasian informasi. Batasan atau kendala yang paling serius disebabkan oleh nilai unit moneter yang tidak stabil dengan berjalannya waktu.

Konservatif

Istilah konservatisme digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan nilai yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan serta nilai yang tertinggi untuk kewajiban dan beban. Beban harus diakui sedini mungkin dan pendapatan diakui selambat mungkin. Jadi pesimisme dianggap perlu dan lebih baik untuk mengimbangi optimisme yang berlebihan dari manajer dan pemilik.
Argumen kedua, laba dan penilaian yang dinyatakan terlalu tinggi lebih berbahaya bagi perusahaan dan pemiliknya daripada penyajian yang terlalu rendah. Artinya konsekuensi kerugian lebih serius daripada keonsekuensi keuntungan.
Argumen ketiga, asumsi bahwa akuntan lebih mampu memperoleh informasi yang lebih banyak daripada yang dapat dikomunikasikan kepada para investor dan kreditor. Akuntan dihadapkan pada dua risiko yaitu di satu pihak risiko bahwa apa yang dilaporkan ternyata tidak benar, di pihak lain terdapat risiko apa yang dilaporkan ternyata benar.



Teori Akuntansi


TEORI AKUNTANSI POSITIF



Sebelum kita membicarakan hubungan antara teori Akuntansi Positif dan dan Teori Akuntansi Normative, ada baiknya jika kita mencoba membedakan sasaran dasar yang dimiliki kedua teori akuntansi tersebut.
Menurus Suwardjono (2002), perbadaan antara Teori Akuntansi Positif dan Akuntansi Normativ adalah sebagai berikut. Pembeda Positif Normatif Bentuk Penyataan Is should Nada Pertanyaan Descriptive prespektive Bidang masalah Facts Valuesm/ idealism Basis Penyimpulan Objective/ empirical Subjective Kriteria penerimaan teori True/false Good/bad Metoda Pengujian Science Art.
Dari table diatas dapat kita lihat bahwa sasaran dari :
1.      Teori Akuntansi Positif adalah Penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta. Fakta sebagai sasaran. menurut Friedman (1953), pada`hakekatnya terbebas dari ikatan pelbagai aspek etika—sebagaimana dikemukakan Keynes. Dia lebih mengacu ke istilah “apa adanya” (what it is) daripada ke istilah “seharusnya demikian” (it should be). Teori ini bertujuan menjelaskan meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi (what it is).
2.      Teori Akuntansi Normatif adalah Penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi kelayakan suatu perlakuan akuntansi paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku—it should be. Nilai sebagai sasaran.
Contoh nyata pemberlakuan pemberlakuan Teori Akuntansi positif dengan menggunakan pendekatan Diealektika Hegel bisa dilihat ketika kita mempertanyakan Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela. Jawaban dari pertanyaan itu berdasarkan fakta yang objektif dan berdasarkan bukti empiris.
Sedangkan contoh pemberlakuan Teori Akuntansi Normatif adalah ketika kita ingin mengetahui kapan sewaguna harus dikapitalisasi. Tentu pertanyaan tersebut menghasilkan berbagai alternative jawaban. Dengan menggunakan teori Akuntansi Normatif kita akan memilih yang paling tepat “seharusnya”, menggunakan penalaran logis. Di Indonesia Teori Akuntansi Normatif dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP. Salah satu bagian kecil dari PABU adalah SAK atau standar akuntansi Keuangan. SAK yang ada sekarang dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar akuntansi keuangan yang akan diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK) untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan sosialisasi (public hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari masyarakat luas (pemakai laporan keuangan). Selanjutnya, bila tidak ada masalah lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara efektif.
Dari dua contoh nyata diatas dapat dilihat hubungan antara Teori Akuntansi Positif dan Teori Akuntasi Normatif yaitu ;
1.      Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi tersebut menyebabkan dua taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai Sains. Sedangkan pendekatan Teori Akuntansi Normatif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai art. Yang keduanya sama sama diakui sebagai sarana pendekatan teori akuntansi.
2.      Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata yang meruipakan Fungsi pendekatan Teori Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta yang ada di dunia nyata (praktek akuntansi) akan mempengaruhi Teori Akuntansi Normatif. Hubungan ini Sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Dimana antitasi dan tesis akan menghasilkan sistesis. Dan sistesis akan menghasilkan antithesis. Begitu seterusnya.


Artikel ini mencoba menelusuri Positive Accounting Theory sebagai salah satu domain yang dominan dalam riset akuntansi, terutama artikel-artikel Watts dan Zimmerman (1978, 1986, 1990) melalui serangan kritik-kritik “positif” maupun “negatif” seperti dilakukan Tinker et.al. (1982), Christenson (1983), Whittington (1987), Sterling (1990), Boland dan Gordon (1992), Gaffikin (2005).
Kritik “positif” terhadap Positive Accounting Theory memang hanya berkutat pada tataran metodologis dan untuk kepentingan pragmatism utility of accounting research. Sedangkan kritik “negatif” yang sebenarnya lebih fundamental, pada dataran filosofis (value laden) dan asumsi dasar teoritis (utility maximization), ternyata tidak (atau belum?) dipahami sebagai bentuk relationship of scientific accounting development. Tetapi selalu dipahami sebagai contradiction of scientific accounting development.

1.      PENDAHULUAN
Positivisme dalam Riset Akuntansi sebenarnya telah lama dilakukan, yang dimulai oleh Beaver (1968). Sedangkan Positive Accounting Theory (selanjutnya disebut PAT), dalam paradigmatic positioning, baru muncul ketika Watts dan Zimmerman meluncurkan artikel penelitiannya tahun 1978. Gagasan yang disampaikan oleh Watts dan Zimmerman merupakan gagasan teori yang sangat fenomenal, monumental sekaligus kontroversial. Banyak pujian muncul terhadapnya, dan akhirnya berujung dijadikannya PAT sebagai paradigma riset yang dominan, riset berbasis studi empiris-kuantitatif.
Tidak kurang pula kritikan dialamatkan kepada mereka. Kritikan, baik yang lebih menekankan pada kritik metodologi, kritik asumsi dasar ekonomi (teoritis), sampai pada kritik asumsi filosofis-sains. Kritikan pedas misalnya disampaikan Sterling (1990), yang mengatakan bahwa PAT tidak memenuhi syarat sebagai Ilmu yang utuh. Tetapi hanya dianggap sebagai Cottage Industry di sisi Periphery Accounting Thought. Atau disebut Tinker et.al. (1982) sebagai Marginalism.
Tulisan ini mencoba untuk melakukan penelusuran kritik-kritik yang dilakukan oleh akademisi di bidang akuntansi terhadap PAT dalam dua periode sebelum dan sesudah, yang dibatasi oleh artikel jawaban dari Watts dan Zimmerman (1990). Dari penelusuran itu akan ditarik benang merah yang muncul dari kritik PAT dan mencoba untuk melakukan evaluasi konstruktif.

2.      KRITIK SEBELUM WATTS DAN ZIMMERMAN (1990)
Kritik yang dilakukan Christenson (1983) pada pertanyaan-pertanyaan riset “positif” yang sebenarnya hanya berkaitan dengan ‘sosiologi akuntansi’ bukannya bertujuan untuk membentuk “teori akuntansi”, karena hal tersebut berkaitan dengan deskripsi dan prediksi tentang perilaku para akuntan atau manajer, bukan perilaku ’entitas-entitas akuntansi’. Dan yang paling penting lagi adalah seperti yang disebut Zimmerman (1980) yang mengutip pernyataan Friedman (1953) “untuk membedakan ekonomi positif dan ekonomi normatif”, bahwa kebijakan ekonomi yang ‘benar’ tergantung pada kemajuan ekonomi normatif yang mendukung kemajuan ekonomi positif sehingga teori ekonomi dapat diterima. Friedman tidak menggunakan istilah “teori positif”, tapi dia mengatakan bahwa “tujuan akhir dari ilmu pengetahuan positif adalah perkembangan ‘teori’ atau ‘hipotesis’ yang mampu memprediksi secara valid dan bermakna atas fenomena yang belum diamati.
Friedman menunjukkan perbedaan antara sains “positif” dan “normatif” dengan menyatakan bahwa: “sains positif dapat didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan (knowledge) tersistem yang berkaitan dengan “apa itu” (what is); sedangkan sains normatif atau regulatif didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan yang berhubungan dengan kriteria tentang bagaimana seharusnya……”. Konsep “sains positif” mulai populer sejak abad ke-19. Paradigma sains positif sering-kali disebut dengan “positivism”, yang hanya melakukan metode-metode ilmu pengetahuan alam yang memberikan “pengetahuan positif” (positive knowledge) tentang “apa” (what is) (untuk lebih detil dan sebagai pembanding dapat dilihat kritik dari Whitington 1987 misalnya).
Sebenarnya menurut Christenson (1983) memandang ilmu pengetahuan tidaklah harus dipandang dari perbedaan antara normatif dan positif. Tetapi ilmu pengetahuan empiris bisa dipandang sebagai produk (seperangkat pengetahuan atau knowledge yang tersistem) atau sebagai proses (aktivitas manusia dalam menghasil-kan pengetahuan atau knowledge). Para positivis menekankan pandangan bahwa ilmu pengetahuan me-rupakan suatu produk, yang ditunjukkan melalui struktur formal dalam bentuk proposisi empiris. Sementara itu, filsafat ilmu menekankan pada pandangan ilmu pengetahuan sebagai suatu proses. Jadi penekanan yang ingin disampaikan oleh Christenson adalah tidak penting apakah pencapaian ilmu pengetahuan itu dilakukan secara normatif atau positif, semuanya sah-sah saja. Dan semuanya benar. Bahkan pencapaian ilmu pengetahuan juga perlu dilakukan pada satu waktu bersifat normatif dan pada akhirnya bersifat positif. Hanya yang berbeda adalah pencapaian ilmu pengetahuan yang empiris lebih didasarkan pada produk dan proses.
Lebih mendalam lagi kritik PAT yang dilakukan Sterling (1990), dibagi dalam 3 bagian, yaitu Dua Pilar Utama (Studi Fenomena dan Value Free), Asumsi Dasar Ekonomi yang berakar pada Teori Ekonomi Positif, serta Science yang berakar dari Positivisme Logis) dan Pencapaian (Aktual dan Potensial). Kritik ringan Sterling berkaitan dengan penjelasan dan konten (isi) buku mereka yang terbit tahun 1986 yang berjudul POSITIVE ACCOUNTING THEORY. Rasional dari buku ini mengenai posisi scientific dari PAT hanya dijelaskan kurang dari 5% keseluruhan buku. Bab 1 yang terdiri dari 14 halaman dari 362 halaman, yang berkaitan mengapa teori dikatakan scientifik hanya setengahnya. Sehingga Sterling kemudian menjuluki buku ini sebagai Buku Akuntansi Empiris Berbasis Ilmu Ekonomi, bukan Buku tentang Teori Akuntansi. Hal ini terlihat dari parade kronologis studi empiris akuntansi pada Bab 2-13. sedangkan bab 14 merupakan Artikel Watts dan Zimmerman tahun 1979 yang diedit kembali. Sedangkan Bab 15 hanya Summary, Evaluation dan Prospects.
Kritik Sterling (1992) terhadap PAT dalam hal dua pilar utama, dibagi menjadi dua, yaitu studi fenonema dan value free. Studi fenomena sendiri berkaitan dengan penelitian praktik akuntansi, praktik akuntan dan utility maximization. Teori dianggap ilmiah bila berdasarkan praktik, sedangkan teori yang tidak dipraktikkan dianggap tidak ilmiah (semu). Praktik akuntansi didasarkan pada tujuan utama dari PAT, yaitu bahwa tujuan teori akuntansi adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict). Studi fenomena yang berkaitan dengan praktik akuntan merupakan ekstensi fenomena akuntansi adalah bagaimana manajer membuat keputusan dengan memakai formulae atau mathematical constructions (seperti pada kasus LIFO atau LIFO). Pertanyaan yang muncul kemudian formula mana yang dipakai, kedua adalah mengapa formula tersebut yang dipakai. Fenomena akuntansi dan akuntan hanya diukur melalui mathematical constructions, yang digunakan untuk merepresentasikan bentuk-bentuk (informasi) akuntansi. Konstruk matematis ini dianggap Sterling hanya dapat memotret kata-kata dan angka-angka tanpa dapat melihat bentuk riil (things) dan kejadian (events). Sindiran Sterling (1990, 101) lengkapnya sebagai berikut : They have fallen in love with pictures (financial statements) without recognizing that they need be images of matters (economic goods).
Sedangkan berkaitan dengan behavior akuntan praktisi, PAT memiliki basic assumption Utility Maximization. Utilitas dalam PAT diasumsikan atau diaproksimasi sebagai income (atau cashflow, wealth, variabel finansial lainnya). Asumsi ini menurut Sterling (1990) tidak selalu benar, misal utilitas dalam pandangan philanthropist bukanlah income, tetapi altruistik. PAT tidak pernah melihat utility maximization di luar kepentingan self-interest, seperti gagasan yang menjadi rujukannya, Chicago School yang tetap melihat dua hal tersebut dalam satu bagian utuh.
Bahkan Ulitily Maximization sebenarnya tidak hanya dapat dijelaskan dalam seluruh perhitungan statistik. Bila setiap manusia memang memiliki utility mazimization seharusnya hasil penelitian adalah 100%. Tetapi kenyataannya pasti ada R2, yang terlihat sebagai bentuk tidak adanya kepentingan Utility Maximization yang 100%. Dari sini diperlukan metode penelitian di luar kuantitatif research yang dapat menjelaskan realitas utility maximization yang bukan hanya dikonstruk dalam bentuk income dan derivasinya, atau bahkan perilaku di luar utility maximization. Sterling misalnya mengusulkan adanya Antropologi Akuntansi, yang melihat fenomena akuntansi bukan hanya dari hasil mathematical constructions yaitu laporan keuangan misalnya (misalya Tinker, et.al. 1982, mengusulkan Historical Materialism).
Tetapi fenomena akuntasi seharusnya juga melihat proses akuntan melakukan proses akuntansi sampai menghasilkan laporan keuangan.
 Hal ini tidak dapat dilakukan oleh PAT, tetapi dapat dilakukan dalam kerangka sosiologis. Dari konteks seperti itu dapat terlihat motivasi perilaku apakah mengarah pada utility maximization atau tidak, kemudian juga dapat melakukan konfirmasi utuh terhadap realitas atau fenomena akuntansi dengan teori akuntansi yang normatif. Artinya tidak seperti PAT, yang menegasikan Teori Normatif, PAT telah salah dalam menilai Teori Normatif sebagai tidak ilmiah, dan hanya PAT yang ilmiah. Sebagai Newton atau Einstein-pun sebenarnya merumuskan teorinya tidak seluruhnya berasal dari fenomena yang seragam, tetapi juga dapat berasal dari pikiran normatif (misalnya Einstein dengan rumus E=mc2) atau fenomena tunggal (misalnya Newton dengan gagasan Gravity Theory)
Pilar kedua PAT menurut Sterling (1990) adalah Value Free. Value Free menghindari pertanyaan mengenai nilai (menjadi positive atau descriptive) adalah Ilmiah. Sedangkan yang mempertanyakan nilai (normatif) dianggap tidak ilmiah atau teori semu. Science adalah bebas nilai atau positif sedangkan yang sarat nilai atau normatif dianggap tidak ilmiah. Lacunae (bagian yang hilang) dari PAT adalah reduksi teori normatif, dan Positif adalah satu-satunya yang Ilmiah.
Sebenarnya tidak mungkin realitas akuntansi bebas dari aspek normatif, yang dengan demikian sarat dengan nilai. Ketika Watts dan Zimmerman mendefinisikan PAT sebagai textbook, saat itu pula PAT telah menjadi normatif dan Watts dan Zimmerman telah memasukkan nilai bahwa yang benar adalah proses empiris. Realitas empiris sebenarnya mempraktikkan aspek normatif akuntansi, yang kemudian diuji secara statistik (positif) yang kemudian melakukan konfirmasi teori. Sains secara umum memiliki rantai interelasi aktivitas; peneliti mencari dan menemukan teknik yang lebih maju, akademisi mengajarkan teknik tersebut, praktisi mengimplementasikan teknik lebih baik
PAT, lanjut Sterling (1990) dibangun dalam dua asumsi dasar, yaitu Ilmu Ekonomi Positif dan Positifisme Logis. Basis PAT dalam ekonomi seharusnya merujuk pada National Income Accounting. Juga dalam konsep utility, seharusnya merujuk konsep Optimality Pareto yang juga menjadi basis Chicago School. Basis PAT dalam sains merujuk pada positifisme logis. Positifisme sebenarnya adalah turunan langsung dari Positifisme Logis dari Hempel, Passmore, Poincare, dan Popper (hal ini diakui oleh Watts dan Zimmerman). Tetapi mereka sendiri melakukan penolakan terhadap konsep positifisme logis yang dianggap masih banyak kerumitan di dalamnya. Sedangkan penentuan kata positif dirujuk dari ilmu ekonomi yang banyak dipengaruhi oleh positifisme.
Berkaitan dengan pencapaian aktual dan potensial PAT, Watts dan Zimmerman (1986) memulai dengan asumsi bahwa semua orang bertindak untuk memaksimalkan utilitas mereka ketika menyeleksi metode akuntansi. Setelah 350 halaman dari buku PAT mereka menyimpulkan dari temuan empiris utama bahwa para manajer bertindak untuk memaksimalkan utilitas mereka ketika melakukan pemilihan metode-metode akuntansi. Kesimpulan empiris pemilik dan manajer memiliki kepentingan diri sendiri dengan memanipulasi angka akuntansi. Pengalaman itu dihasilkan dalam membangun fungsi auditing (dan membangun banyak komisi regulatori, pengesahan undang-undang, dll). Untuk alasan-alasan ini, masalah-masalh semacam itu telah dijelaskan oleh ahli teori normatif dan lainnya selama puluhan tahun. Hal yang sama dalam Pencapaian Aktual dalam 20 tahun yang akan datang terdapat laporan penelitian bahwa manajer dan atau pemilik cenderung memanipulasi angka. Hal ini sebenarnya juga sudah diprediksi oleh Normative Theory.

3.      SESUDAH WATTS AND ZIMMERMAN (1990)
Watts dan Zimmerman tahun 1990 menulis artikel setelah sepuluh tahun keluarnya gagasan mereka tahun 1978 mengenai PAT, dan empat tahun setelah terbitnya gagasan PAT dalam bentuk buku. Artikel Watts dan Zimmerman (1990), disamping melakukan evaluasi perkembangan PAT secara konseptual, juga melakukan tanggapan atas kritik-kritik terhadap PAT. Meskipun yang banyak dilakukan Watts dan Zimmerman (1990) adalah evaluasi mengenai konsep metodologis, bagaimana perkembangannya sampai saat ini dan pengembangan hipotesis yang dapat menunjang konsep utama PAT, to explain dan to predict. Pengakuan terhadap asumsi filosofis dan asumsi saintifik, sangat tidak konstruktif. Pengakuan bahwa sains tidak bebas nilai sebenarnya telah dipahami oleh Watts dan Zimmerman, meskipun dengan ’agak malu-malu’.
Kritik asumsi dasar PAT sesudah tulisan Watts dan Zimmerman (1990), misalnya datang dari Boland dan Gordon (1992), yang menurut mereka asumsi dasar PAT berasal dari Economic-Based Accounting Theory (1978, p.4; 1986, pp.1 & 13). Atau lebih detil lagi menurut Boland dan Gordon (1992) asumsi Watts Zimmerman tahun 1978, 1979 dan 1980 merupakan penggabungan dari Instrumentalisme dari Milton Friedman. Instrumentalisme menyatakan bahwa teori dan explanation harus dijustifikasi untuk kepentingan usefullness daripada realism. Asumsi Watts dan Zimmerman juga berasal dari Positivisme-nya Paul Samuelson. Teori yang berbasis empiris tidak akan berjalan jika hanya berada pada kondisi ideal. Sedangkan asumsi Watts dan Zimmerman tahun 1986 berasal dari kombinasi Poincare, Hemple dan Popper, yaitu Conventionalism. Conventionalism menyatakan bahwa teori tidak pernah sepenuhnya benar atau salah (never absolutely thrue or false).
Sedangkan kritik Boland dan Gordon (1992) dilakukan dalam tiga asumsi Metodologis, Filosofis, Akuntansi berbasis Ilmu Ekonomi. Pertama, Kritik metodologi seperti dilakukan Lev dan Ohlson (1982) memandang PAT tidak dapat dipakai untuk model yang multiperson, multiperiod equilibria, terdapat kesenjangan antara strategic considerations dan pendekatan game-theory yang dijadikan basis mengembangkan teori formal. Ball dan Foster (1982) memandang validitas konstruk dalam variabel “size” tidak jelas. Houlthausen dan Leftwich (1983) melihat terdapat dikotomi problematik dari variabel dependen yang merepresentasikan persetujuan atau ketidaksetujuan dalam penentuan standar akuntansi. McKee, Bell dan Boatsman (1984) memandang terdapat bias identifikasi statistik dalam studi Watts dan Zimmerman 1978.
Kedua, kritik Filosofis mirip Kritik Value Free dalam Sterling. Banyak penulis mengkritik pembedaan Positif dan Normatif dari Watts dan Zimmerman (Tinker, Merino, dan Neimark 1982; Christenson 1983; Schreuder 1984; Whittington 1987; Whitley 1988). Hal ini seperti dibahas oleh Sterling, yang lebih penting adalah seperti dijelaskan oleh Boland dan Gordon (1992) bahwa PAT berasal dari positivisme ala London School Economics dan Chicago School.
Ketiga, kritik berbasis Ilmu Ekonomi, menurut Boland dan Gordon (1992) beberapa pengkritik melihat keterbatasan penjelasan PAT (Sterling 1990 dan Mouck 1990). Dalam teori ekonomi sendiri, maksimasi kepentingan individu tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini harus juga dipandang bahwa maksimasi juga harus mempertimbangkan maksimasi welfare of society. Inilah yang disebut dengan General Equilibrium dari Chicago School yang dihilangkan dari asumsi Watts dan Zimmerman. Mereka hanya merujuk salah satu gagasan Chicago School terutama tulisan dari George Stigler dan Gary Becker 1977. Terutama pada gagasan penjelasan fenomena sebagai konsekuensi maksimasi utilitas atau secara tidak langsung pada profit atau maksimasi kekayaan. Sehingga segala bentuk model yang dibangun harus memberikan dukungan pada asumsi utama ini. Inilah yang disebut dengan Conventionalisme atau Friedman’s Instrumentalism, yaitu bahwa model merupakan aproksimasi yang baik dari realitas.
PAT memang sampai saat ini masih tidak berubah dari substansi asalnya. Hal ini ditegaskan oleh Gaffikin (2005), bahwa PAT memiliki asumsi sentral yaitu setiap individu selalu memiliki tujuan untuk meningkatkan kepentingan dirinya sendiri. Asumsi ini berasal dari teori ekonomi neo-klasikal. Tujuannya adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi serta mengendalikan perilaku opurtunistik dalam bentuk bonding (seperti restriksi), monitoring (seperti reporting) dan compensation (seperti stock options). Kritik Gaffikin (2005) menyatakan bahwa PAT tidak pernah melakukan preskripsi, tidak bebas nilai, memiliki asumsi keperilakuan yang simplistis, secara scientific mengidap cacat (flawed), dan miskin (atau tidak memiliki) kontribusi praktis akuntansi.

4.      EVALUASI KRITIS PAT
Kritik-kritik terhadap PAT sebenarnya merupakan diskursus yang memberikan kontribusi keilmuan akuntansi. Kritik balik Watts dan Zimmerman (terutama dalam kritik filosofis-saintifik) yang dialamatkan kepada mereka, dianggap tidak memiliki kontribusi apapun terhadap praktik akuntansi. Kerangka berpikir Watts dan Zimmerman sepertinya lebih didorong oleh pragmatism utility of knowledge of accounting research. Ukuran yang dipakai oleh Watts dan Zimmerman ditera sesuai dengan kontribusi yang dihasilkan oleh mereka sendiri, yang menurut mereka PAT lebih memberi manfaat langsung. Sedangkan kontribusi yang diinginkan oleh para kritikus memang berbeda, yaitu masuk pada substansi keilmuan akuntansi dan bukan hanya terpenjara dalam praktik akuntansi an sich.
Value Laden :
Dalam konteks value laden misalnya, Watts dan Zimmerman memahami pentingnya nilai yang mempengaruhi akuntan. Tetapi Watts dan Zimmerman tetap tidak memahami pengaruh yang muncul ketika nilai sosiologis-psikologis akuntan bersentuhan dengan hasil yang diperoleh oleh akuntan dalam bentuk laporan keuangan misalnya. Dijelaskan Chua (1986), akuntansi bukan hanya dipandang sebagai rasional teknik saja, suatu aktivitas jasa yang terpisah dari hubungan kemasyarakatan. Tetapi, seperti dikatakan oleh Hines (1989), bahwa :
accounting creates and maintains (or can play a part in changing) the social world, is through its reflection and reinforcement of the values of society.
Ketika akuntansi sarat nilai, yaitu ketika akuntansi konvensional masih didominasi world-view Barat, yang terjadi dalam karakter akuntansi pasti bernilai kapitalisme, sekuler, egois, anti-altruistik. Hameed (2000a) menggambarkan, bahwa tujuan akuntansi sebagai decision usefulness untuk investor dan kreditor yang berorientasi pada pasar modal berasal dari world-view materialisme dan norma-norma ekonomi kapitalisme. Hal ini ditegaskan Harahap (2001, 305-306), bahwa akuntansi barat dibangun atas dasar filsafat materialisme-sekulerisme hasil pemikiran manusia tanpa campur tangan Allah.
Bila ditelusuri lebih jauh, akar pemikiran akuntansi konvensional tersebut berasal dari substansi Ilmu Ekonomi, yang berprinsip pada self-interest (lihat misalnya pemikiran Soros 2002 hal 140 ). Self-interest adalah representasi substansi pandangan dunia (world-view/paradigma) Barat yang sekuler dan kapitalistik.
Sekularisme adalah bentuk 3 penegasian, yaitu penegasian kekuasaan dan kekuatan di luar manusia (anthropocentrism), hilangnya nilai-nilai non-materi (materialism) dan penolakan terhadap certainty condition (relativism) (lebih jauh lihat Al-Attas 1981). Ketika sekularisme telah muncul di awal pembentukannya di kalangan Barat setelah Renaissance dan Revolusi Ilmiah serta Revolusi Teknologi. Diakui sendiri oleh kalangan Barat, bahwa sekularisme telah keluar dari domain religi, dan telah bermakna sosiologis (lihat misalnya sosiologi sekularisasinya Glasner 1992). Sekularisme dalam akuntansi, ketika melihat akuntansi modern hanya memiliki sifat materialisme. Seperti terlihat dalam laporan keuangan yang hanya memberikan informasi tentang aktivitas perusahaan yang bersifat materi dan diukur dalam unit uang, atau singkatnya menyajikan realitas materi saja.
Pemikiran kapitalisme seperti dijelaskan panjang lebar oleh Fukuyama (2003) seorang pemikir politik beraliran Neo-Hegelisme, menyebutkan manusia adalah seperti binatang yang memiliki kebutuhan alami dan hasrat terhadap benda di luar dirinya seperti makanan, minuman, tempat berlindung, dan segala sesuatu yang mempertahankan fisiknya. Namun, lanjut Fukuyama, manusia berbeda secara fundamental dari binatang, karena disamping manusia memiliki hasrat terhadap orang lain, ia juga ingin “diakui” oleh orang lain, terutama dia ingin diakui sebagai manusia dengan martabat dan penghargaan tertentu. Penghargaan, menurut Fukuyama adalah pertama yang berhubungan dengan keinginannya untuk mempertaruhkan kehidupannya demi perjuangan memperoleh prestise yang lebih baik. Karena hanya manusia, lebih lanjut Fukuyama menjelaskan, yang mengatasi instink hewan untuk mencapai prinsip-prinsip tujuan yang lebih abstrak dan tinggi. Tujuan dalam peperangan berdarah pada awal sejarah bukanlah makanan, tempat berlindung atau keamanan, tetapi semata-mata untuk prestise.
Sehingga yang muncul kemudian adalah takut matinya seseorang atas orang lain, dan akhirnya muncul yang dinamakan sebagai “tuan” dan “budak”. Berdasarkan filosofi inilah kemudian kapitalisme berkembang, seperti yang dijadikan landasan Weber, melegitimasi kapitalisme sebagai rasionalisasi kemajuan dan perbaikan manusia dalam mengarungi dunia. Weber (2003) telah mengarahkan bagaimana Akuntansi sebagai alat dari para pemilik modal untuk melegitimasi, mencatat dan mempertahkan kepentingan pribadinya. Ketika perusahaan sebagai pusat modal dan simbol kekuasaan, berkembang dengan pemisahan antara pemilik modal dan manejemen, maka yang terjadi sebenarnya bukanlah konflik kepentingan dalam teori agensi. Dalam domain akuntansi, pengaruh kapitalisme dijelaskan oleh Hines (1989), pertama, bahwa fungsi-fungsi akuntansi berjalan di dalam lingkungan pasar kompetitif dan yang kuat yang akan bertahan. Pasar diarahkan pada the invisible hand kompetisi bebas, perusahaan yang paling efisien yang paling profitable dalam terminologi akuntansi. Kedua, asumsi produsen dan pengguna informasi akuntansi bertindak rasional, yang menurut Hines merupakan terminologi yang dibangun dari tradisi self-interest yang berdampak pada survival of the fittest. Sehingga berakibat pada studi-studi akuntansi yang kurang memperhatikan aspek eksternalitas. Dan ketiga, lebih mementingkan shareholders dan creditors, dimana hanya hak kepemilikan (property rights) riil yang dianggap eksis, dan cenderung mereduksi hak-hak masyarakat lainnya yang sarat dengan nilai.
Dua hal itulah (sekularisme dan kapitalisme) yang kemudian mengarahkan pemikiran manusia Barat menjadi terobsesi dengan dirinya sendiri. Muncul dalam bentuk pondasi ekonomi Barat yang berprinsip pada Self-Interest. Dengan prinsip utama self-interest, berdampak pada kepentingan perusahaan yang berorientasi stockholders atau shareholders. Kepentingan tersebut adalah bentuk penegasian kekuatan di luar dirinya dan tidak berlakunya nilai etis. Serta mengarahkan konteks ekonomi yang selalu berada pada kondisi ketidakpastian yang mutlak, dan tidak bermanfaatnya eksternalitas kecuali berdampak langsung terhadap dirinya. Ujung-ujungnya, adalah rekayasa kepentingan manusia yang harus selalu memikirkan untuk dapat hidup dalam kepuasan dan kesenangan (laissez-faire ). Dampak lanjutan dari self-interest dalam akuntansi, mengarah pada laporan keuangan, informasi serta akuntabilitas pada shareholders maupun stockholders (lihat misalnya Triyuwono 2000; Hameed 2000b; Harahap 2002). Bentuk riilnya terpampang dalam Laporan Laba Rugi/Income Statement, dengan akhir perhitungan, berupa Laba (earnings-based oriented).
Mathematical Constructions :
Di samping itu, teori akuntansi, menurut Sterling (1990) bukan hanya reduksi informasi akuntansi menjadi mathematical constructions, tetapi juga berhubungan dengan things dan events. Bila memang asumsi akuntansi mirip studi kealaman, dengan demikian perlu penggeseran tradisi keilmuan menjadi cabang ilmu matematika dan teknik, menjadi penting S-Matrix Theory dari Geoffrey Chew yang merupakan gagasan teknis dari Filsafat Bootstrap. Filsafat Bootstrap (Capra 2000) adalah teori puncak fisika kuantum dan relativitas, dengan kesadaran kesalinghubungan esensial dan universal, memperoleh unsur dinamisnya dari teori realitivitas dan dirumuskan dalam konteks probabilitas reaksi dalam S-Matrix Theory. S-Matrix Theory yang menggabungkan konsep Kuantum dan Relativitas layak dipertimbangkan untuk memahami sifat-sifat informasi akuntansi sebagai representasi simbolik reaksi partikel (investor) yang dideskripsikan dalam konteks kecepatan (momentum) investor ‘bermain’ di bursa saham.
Tetapi, sekali lagi, apakah mungkin S-Matrix Theory kemudian hanya terpakai secara parsial dalam Teori Akuntansi Positif, seperti yang terjadi dalam pemakaian asumsi dasar teoritis ekonomi Neo-Klasik yaitu konsep utility maximization dari Chicago School, MIT, Harvard ataupun London School of Economics. Utility maximization yang hanya dipakai sampai pada taraf kepentingan pemilik modal dan menegasikan asumsi lanjutan yang bersifat Keseimbangan Pareto? Karena S-Matrix Theory mensyaratkan empat postulat (prinsip umum) yang membatasi kemungkinan matematis untuk mengkonstruksi elemen matriks S sehingga memberikan suatu struktur tertentu pada matriks S.
-          Prinsip pertama, berasal dari teori relativitas, yaitu bahwa probabilitas-probabillitas reaksi mesti tak tergantung (Independensi) pada perpindahan peralatan eksperimental dalam ruang dan waktu, tak bergantung pada orientasinya dalam ruang dan tergantung pada keadaan gerak dari pengamat. Independensi suatu reaksi partikel terhadap orientasi dan perpindahannya dalam ruang dan waktu menyiratkan kekelan jumlah total rotasi, momentum dan energi yang terlibat dalam reaksi. Simetri ini sangat mendasar bagi aktivitas ilmiah.
-          Prinsip kedua, berasal dari teori kuantum, bahwa hasil reaksi tertentu hanya dapat diprediksi dalam konteks probabilitas, dan lebih jauh lagi, jumlah probabilitas untuk seluruh hasil yang mungkin – termasuk ketika tak terjadi interaksi antar partikel – harus sama dengan satu. Dengan kata lain, kita bisa memastikan apakah partikel-partikel ini akan berinteraksi satu sama lain, atau tidak sama sekali. Prinsip ini dinamakan prinsip uniter yang secara tegas membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk menyusun elemen matriks S.
-          Prinsip ketiga dan keempat, terkait dengan gagasan tentang sebab akibat (prinsip kausalitas). Prinsip ini menyatakan bahwa energi dan momentum berpindah melalui jarak-jarak spasial hanya melalui partikel-partikel, dan perpindahan energi dan momentum ini terjadi sedemikian sehingga sebuah partikel dapat tercipta dalam suatu reaksi dan musnah dalam reaksi lainnya hanya jika reakis yang terakhir terjadi setelah reaksi sebelumnya. Rumusan matematis dari prinsip energi dan momentum dari partikel-partikel yang terlibat dalam suatu rekasi, kecuali untuk nilai-nilai dimana penciptaan partikel-partikel yang baru menjadi mungkin. Pada nilai-nilai itu, struktur matematis dari Matriks S berubah secara tiba-tiba; menjumpai apa yang disebut matematikawan sebagai singularitas
Ulitity Maximization
Kemudian, berkaitan dengan reduksi positifisme logis atas ekuilibrium dan definisi utility maximization yang masih dipahami sebagai approximation dalam bentuk income, cashflow, abnormal return dan lainnya. Watts dan Zimmerman masih tidak menginginkan adanya bentuk lain dari utility maximization seperti pandangan filantropis, misalnya distribusi kesejahteraan atau value added. Atau mungkin di luar utility maximization yang tidak ter’cover’ dalam asumsi dasar economic based accounting theory. Seperti konsep mandatory-charity atau dalam bahasa budaya asli kita, shadaqah, infaq dan zakat yang tidak (belum) dipahami dengan utuh dalam konsep Kapitalisme, Materialisme dan Anthropocentrism (Self-Interest) yang merupakan substansi dari konsep utility maximization Chicago School, MIT, Harvard ataupun London School of Economics.

5.      CATATAN AKHIR
Benarlah kemudian ketika Suwardjono (2005, 32-34; 482-495) yang meletakkan pembahasan mengenai PAT sebagai bagian dari Akuntansi dalam Tataran Pragmatik. Tataran Pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku yang dituju. Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Apakah akhirnya pihak pemakai informasi tersebut untuk dasar pengambilan keputusan merupakan masalah usefulness informasi.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya asosiasi antara angka akuntansi atau peristiwa (event) dengan return, harga atau volume saham di pasar modal
Sebenarnya kontribusi keilmuan akuntansi tidak hanya bersifat pragmatis saja, tetapi harus selalu dalam bentuk multidimensi dan multi arah. Tidak hanya bersifat linier dan selalu dependensi satu arah atau beberapa arah yang membentuk parsial utility. Kontribusi haruslah integrated utility, yang dengan itu maka akuntansi tidak terjebak pada konteks pragmatis saja dengan ambil teori sana, ambil teori sini.
Akuntansi bukanlah “bangunan mati” yang dapat didirikan oleh batu batu, semen, pasir, cat yang semuanya berasal dari benda mati. Tetapi bila ingin menjadi ilmu yang kokoh, seharusnya mengarah menjadi “pohon hidup” keilmuannya sendiri. Struktur keilmuan akuntansi yang memiliki akar kuat, ke dalam, memiliki batang yang kokoh, cabang dapat memberikan tempat bagi daun dan buah untuk tumbuh, serta bermanfaat dan bagi lingkungan serta entitas di luarnya.