Halaman

Rabu, 24 November 2010

BUMI MERAJUK, MANUSIA MERATAP; sebuah renungan

BUMI MERAJUK, MANUSIA MERATAP

KECANTIKAN BUMI ADALAH MAUTKU
Al kisah dalam perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW untuk menerima perintah sholat yang merupakan kewajiban bagi umat Muslim. Dalam perjalanan yang sudah sampai di langit ketujuh, Nabi takjub dan terpesona melihat seseorang dengan memiliki wajah cantik nan rupawan. Kemudian bertanyalah Nabi kepada malaikat Jibril, siapakah gerangan perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa itu wahai Jibril?. Malaikat Jibrilpun memberikan jawaban yang singkatnya, “Dia adalah gambaran bumi yang menjadi tempat kehidupan bagi makhluk-Nya, usianya sama dengan usia bumi, semakin tua semakin cantiklah dia”. Itulah gambaran bumi kedepan, yang nantinya semakin banyak perhiasan yang menempel di tubuhnya.
Kisah diatas memberikan sebuah renungan kepada kita manusia bahwa kecantikan bumi sekarang menunjukkan bahwa usianya semakin tua dan ini merupakan sebuah peringatan untuk berhati-hati dalam memperlakukannya jangan sampai menjadi maut bagi makhluk yang mendiaminya dan itu artinya salah satunya adalah kita manusia. Manusia menjadi faktor kunci disini karena dialah yang memiliki peran yang lebih diantara makhluk-makhluk lain. Selama ini manusia yang selalu menempelkan perhiasan di wajah bumi, yang mana sumber perhiasan itu juga berasal dari inti sari bumi.
Eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia untuk mempertegas eksistensinya sebagai makhluk yang dominan terhadap makhluk-makhluk yang lain merupakan perwujudan dari ideologi/isme yang mereka anut. Manusia yang dinobatkan sebagai makhluk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain karena dilengkapi dengan rasio atau nalar, menjadikan manusia lebih superior dari yang lainnya dan sering melakukan keseweng-wenangan terhadap kosmos yang kita diami ini. Ini buntut dari salah kaprahnya manusia terhadap eksistensinya di muka bumi ini.
Ekspansi yang dilakukan manusia terhadap makhluk lain, baik itu makhluk biotik maupun abiotik memberikan dampak akan penurunan nilai atau mengalami degradasi terhadap kualitas yang dimiliki oleh alam. Ini akan menjadi sebuah kerawanan bagi kelangsungan kehidupan makhluk yang ada di muka bumi juga akan menimbulkan kegoncangan dalam tata kehidupan bumi itu sendiri.
Manusia yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap alam dan makhluk lain seharusnya sadar akan datangnya bahaya yang mengancam kehidupannya. Manusia tidak bisa hidup tanpa air, tanpa tumbuhan, ataupun binatang dan hewan. Tetapi makhluk-makhluk ini bisa tetap ada tanpa adanya manusia, karena mereka tidak memiliki ketergantungan dari manusia. Manusia diciptakan dengan rasionya supaya berpikir bagaimana mengelola alam dan makhluk lain yang ada di alam ini saling memiliki keterkaitan yang erat (jaring-jaring kehidupan). Bukan menjadi makhluk pemangsa yang lebih buas dari binatang.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia diharapkan akan menjadi alat atau media untuk mendukung daya hidup manusia dan makhluk lainnya, ternyata menjadi boomerang bagi manusia itu sendiri “senjata makan tuan”. Teknologi yang semakin canggih hanya sebuah alat yang akan meluluhlantahkan kehidupan makhluk-makhluk yang ada di bumi, tidak terkecuali manusia. Kita bisa berkacamata dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, perlombaan senjata antara blok barat (Amerika dan sekutunya) dan blok timur (Uni Soviet dan negara-negara Eropa timur) yang menjadi penyebab meletusnya perang dunia ke II. Akhir-akhir ini muncul lagi isu senjata nuklir, senjata biologi dan senjata kimia yang berteknologi tinggi dan merupakan senjata penghancur massa. Ini akan menjadi momok menakutkan dari kecanggihan teknologi yang di dukung oleh ilmu pengetahuan yang tidak bermoral, tidak pernah berpikir bagaimana dampak dari ciptaannya terhadap makhluk yang ada di bumi, yang ada di benak mereka adalah bagaimana melanggengkan kekuasaan.
Harusnya manusia sekarang semakin prihatin dan sadar dengan berbagai kejadian yang menimpa bumi, dari tragedy gempa bumi, gunung meletus, banjir dan wabah penyakit yang menimbulkan korban yang sangat banyak. Sadar bahwa bumi kita ini semakin tua, harus diperlakukan dengan arif, penuh kasih dan sayang. Bumi tidak lagi butuh perhiasan tapi butuh sentuhan kasih dari manusia, karena semakin kau tambahkan dengan perhiasan semakin dekatlah ia dengan sang pemilik-Nya. Ternyata kecantikan wajahmu adalah mautku, wahai bumiku sayang.
“kehalusan budi pekerti adalah kecantikan sejati, maka tanamlah ia dalam sanubari, semailah dalam nalarmu ” oleh Sufrin

KAPITALISME SEBUAH KEEGOISAN
Manusia sebagai makhluk pribadi (individu) sekaligus juga sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu memerlukan bantuan orang lain, lingkungan ataupun makhluk-makhluk lainnya. Manusia adalah makhluk yang paling lemah dan memiliki ketergantungan terhadap makhluk dan lingkungannya.
Tetapi kemudian, manusia yang dilengkapi dengan rasio dan qalbu memperdaya alam dan makhluk lainnya sehingga mereka menjadi dominan. Manusia untuk survive menggunakan segala potensinya untuk mencapai tujuannya. Makhluk paling egois yang ada di muka bumi ini adalah manusia, menggunakan segala cara tidak peduli halal atau haram, baik atau buruk, yang penting dapat hidup layak walaupun mengorbankan makhluk lain atau alam itu sendiri mereka lakukan. Dengan ego yang ada pada diri manusia di tambah dengan kemampuan nalar maka dikuasailah bumi ini. Dan pada titik tertentu adalah saling memangsa antara manusia satu dengan manusia lainnya. Sikap dan sifat ini adalah adalah sangat individualistik, mementingkan diri sendiri walaupun mengorbankan orang lain. Inti sari dari sebuah paham yang berkedok pemodal dan kebebasan (kapitalis dan liberalis).
Paham kapitalis adalah paham dimana individu diberikan ruang yang lebih luas untuk memanfaatkan sumber daya tanpa kontrol atau intervensi dari regulasi atau pemerintah. Individu diberikan kebebasan untuk melakukan eksploitasi sumber daya demi tercapainya tujuan yaitu profit sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia tidak lagi melihat kondisi dari lingkungan sekitarnya, tidak lagi memikirkan kelangsungan hidup dari makhluk yang mendiami bumi. Lingkungan dan makhluk lain merupakan wadah dan dijadikan objek dan sekaligus alat untuk mempertahankan hegemoninya. Alam dijadikan sebagai tempat eksploitasi tanpa berpikir dampak yang akan terjadi.
Kapitalisme pada dasarnya baik tetapi hanya pada kondisi tertentu, selanjutnya akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Ini terjadi karena faktor-faktor produksi yang digunakan hanya mengalir ke satu arah, yaitu pemilik modal, sedangkan yang lain hanya diberikan sebatas pada hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari (rata-rata hanya untuk makan) saja. Capital flow hanya untuk orang-orang borjuis. Inilah gap yang menganga lebar antara meraka kaum pemodal dan rakyat. Akhirnya, muncullah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, “yang kaya semakin kaya dan yang miskin makin melarat”.

Nilai-nilai luhur yang dimiliki manusia telah redup di makan zaman,
manusia semakin mengagungkan rasionya
dan mempertuhankan benda-benda yang tak bernyawa,
materialitas dan hedonis adalah tujuan hidup,
hati semakin terkikis oleh budak nafsu yang merajai kehidupan.
Mata semakin terbelalak melihat kemolekan dari emas dan intanku,
nilai etika dan estetika semakin kabur di usianya yang semakin senja.
Maka, kemana lagi akan ku hadapkan wajah ini
yang rindu akan kasih dan sayang
Sufrin

Sepenggal puisi diatas mengandung makna bagaimana rindunya bumi terhadap perlakuan manusia yang penuh kelembutan dan sifat manusia yang beretika dan memiliki nilai estetika yang tinggi, dan rindu dengan manusia yang bertuhan akan yang menciptakan dan sekaligus juga manusia telah lupa akan Tuhan yang maha dahsyat ganjaran akan perbuatan yang dilakukan.
“Apa yang disediakan oleh alam cukup untuk memenuhi kebutuhan penghuninya, namun tidak akan cukup memenuhi kebutuhan seseorang yang rakus” oleh Mahatma Gandhi

GLOBALISASI dan GOMBALISASI
Kapitalisme dan liberalisme yang merupakan produk-produk dari negara-negara Eropa barat dan Amerika utara menimbulkan berbagai goncangan dalam tatanan kehidupan baik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bagi negara-negara lainnya. Ini terjadi karena intervensi yang luar biasa dari negara-negara pemodal tersebut, sehingga dalam tata nilai dari suatu bangsa atau negara ikut berubah. Negara yang mengadopsi paham ini juga mulai menikmati kelemahan dari isme yang mereka anut, Amerika serikat sebagai negara kapitalis terbesar mengalami krisis ekonomi sekarang.
Berkurangnya faktor produksi sebagai sumber kekuatan ekonomi negara-negara kapitalis mulai melirik negara-negara lain untuk dijadikan pemasok untuk kelangsungan kehidupan perekonomian mereka. Mereka mencari negara-negara yang kaya dengan sumber daya alam, dimana faktor-faktor produksi ini juga banyak terdapat di dunia ketiga atau negara-negara berkembang. Sejak zaman imperialisme kuno sampai sekarang (imperialisme modern) telah menancapkan kuku-kuku kekuasaan untuk menguasai sumber daya alam ini.
Setelah masa imperialisme kuno, dimana penjajahan terhadap negara lain telah dilarang maka mereka mencari model penjajahan yang lebih lunak dan moderat tetapi sangat mematikan. Penjajahan secara ideologi atau biasa dikenal dengan penjajahan non fisik adalah penjajahan dengan memaksakan ideologi dan paham yang dianut oleh negara kapitalis untuk di pakai oleh negara lain. Penjajahan model ini tidak melukai secara fisik, tetapi ideologi dan semua sendi kehidupan menjadi terombang-ambing oleh gelombang dahsyat kapitalis sehingga identitas diri pun bisa hilang. Dan akan berakhir dengan penguasaan sumber daya oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan kekuatan oleh mereka yang kuat.
Globalisasi merupakan pandangan dimana negara di dunia ini merupakan satu-kesatuan yang utuh sehingga negara harus berada dalam satu tatanan, tidak ada sekat diantara negara yang satu dengan negara lain. Negara-negara di dunia tidak ada lagi batas pemisahnya, setiap negara bebas masuk ke negara lain yang pada akhirnya negara yang memiliki kemampuan dan kekuasaan yang akan berkuasa, yang lemah semakin tergilas oleh peradaban manusia itu sendiri. Sungguh ironis!!!
Inilah gombalisasi yang menjadi senjata mematikan dari negara yang telah mapan dari segi ekonomi dan politik. Dengan berbagai model kerja sama dan investasi ditawarkan, sehingga negara yang tidak memiliki kemampuan dengan tidak berpikir panjang tawaran itu ditanda-tangani. Kita di ayunkan oleh berbagai kata-kata manis sehingga terbuai, dan yang kita miliki hanyalah mimpi manis di siang bolong. Dan sumber daya yang dimiliki terkuras habis diangkut ke negara yang memiliki funding dan modal yang besar, tragis…
Janganlah terlena dengan kata-kata manis si pembual, karena di belakang itu menganga jurang untuk kamu… oleh Sufrin

KITA MILIK BUMI BUKAN KITA MEMILIKI BUMI
Munculnya berbagai kekhawatiran akan keberadaan bumi yang semakin tergilas oleh peradaban manusia itu sendiri melahirkan berbagai konsep tentang bagaimana menyelamatkan bumi. Dari berbagai sudut pandang dirumuskan formula untuk lebih memahami keberadaan bumi. Konsep yang sekarang sering di jadikan bahan kajian di universitas adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau Pertanggungjawaban sosial perusahaan. Dimana perusahaan memiliki andil di dalam menurunnya kualitas dan kuantitas bumi. CSR mengarahkan perusahaan untuk lebih dekat dan bertanggungjawab terhadap lingkungan. Corporat dalam aktivitas bisnisnya haruslah menginvestasikan sebagian modalnya untuk pembangunan masyarakat dan lingkungan.
Secara umum, Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara, atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada suatu komunitas, atau merupakan suatu proses yang penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders, dan penanaman modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).
Corporate yang dibangun haruslah memiliki nilai etika, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran absolut. Dan kebenaran yang dibangun haruslah dimulai dari pribadi manusia sebagai makhluk yang melakoni kehidupan. Bagaimanapun fondasi yang di bangun CSR kalau tidak dimulai dari individu, maka ini akan hanya menjadi sebuah angan atau mimpi semata.
Penanaman nilai pada setiap individu, apalagi di mulai sejak dini maka akan tertanam dalam jiwa dan setiap individu akan memahami eksistensinya sebagai manusia di muka bumi ini. Manusia sebagai individu menjadi sadar bahwa sebagai pribadi dia bebas tetapi ada sebuah kewajiban yang harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup makhluk yang ada di bumi. Dalam proses pembelajaran ini akan muncul manusia-manusia yang peka terhadap lingkungan.
Kebebasan individu dan keharusan universal ini menjadi pedoman utama untuk para pembelajar. Manusia akan mengetahui dimana dia bebas dan kapan melakukan keharusan universal. Ketika kondisi ini telah tercapai maka bentuk apapun yang dibangun untuk melindungi bumi akan dilaksanakan karena kesadaran setiap individu sudah ada. Sadar bahwa manusia adalah milik bumi bukan manusia yang memiliki bumi. Jangan lagi buat bumi merujuk, karena merajuknya bumi adalah ratapan bagi manusia dan makhluk lain. Bumi memerlukan belaian dan sentuhan yang halus, perlakukan seperti anak kecil yang di rawat dan di timang, karena kita ini suatu saat membutuhkan hasil dari bumi itu sendiri.
Janganlah pedulikan global wharming, tetapi pedulikan bumi…. Walhi

Minggu, 14 November 2010

AUDITOR MENGAYUH DI ANTARA
CITA DAN KRITIK
PENDAHULUAN
Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase pengembangan. Setiap manusia maupun organisasi harus memiliki independensi yang kuat pada fase pengembangan, agar memiliki nilai yang akan mengantarkan pada pengakuan sebagai individu ataupun sebagai kelompok yang bebas oleh masyarakat secara keseluruhan.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil self regulation (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Auditor sebagai individu sekaligus sebagai kelompok mendapat tuntutan untuk selalu menjaga independensi, profesionalitas, dan integritasnya demi kelangsungan auditor dan sekaligus menjaga keberlangsungan dari kliennya. Apalagi sekarang dengan terkuaknya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh organisasi akuntan pemeriksa yang bermain mata dengan kliennya menimbulkan penurunan kepercayaan terhadap kapasitas yang dimiliki oleh auditor.
Dampak dari bencana Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom sama-sama menghasilkan krisis kredibilitas untuk komunitas bisnis, pasar modal dan pelaporannya, dan untuk akuntan profesional yang menjadi bagian dari masalah tersebut. Publik menginginkan kembali ke kredibilitas yang dibangun di atas kepercayaan, integritas, transparansi pelaporan, dan seterusnya.
Essay ini menawarkan kemana arah gerakan yang harus di tempuh oleh seorang auditor ditengah pergolakan masyarakat yang mulai dan nampak mendiskreditkan kredibilitas dan independensi dari auditor.

KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu.
Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini.
Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.


3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan prinsip.

4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.





EKSPEKTASI PUBLIK SEORANG AKUNTAN PUBLIK
Seorang akuntan publik, apakah terlibat dalam audit atau manajemen, diharapkan bisa menjadi baik akuntan maupun seorang profesional. Hal ini berarti bahwa akuntan publik diharapkan memiliki keahlian teknik khusus terkait dengan akuntansi dan harus lebih tinggi daripada pemahaman orang awam mengenai bidang terkait seperti kontrol manajemen, pengenaan pajak, atau sistem informasi. Selain itu, dia diharapkan berpegang teguh pada tugas umum profesional dan nilai-nilai yang sebelumnya dijelaskan, dan berpegang teguh pada standar spesifik yang ditetapkan oleh badan profesional yang dia termasuk di dalamnya. Kadangkala penyimpangan dari norma yang diharapkan ini semua bisa mengakibatkan berkurangnya kredibilitas untuk atau kepercayaan di dalam profesi tersebut secara keseluruhan. Sebagai contohnya, ketika seseorang atau sebuah profesi menempatkan kepentingannya sendiri di atas kepentingan klien atau publik, maka hal itu bisa berakibat kurangnya kepercayaan sehingga bisa mendorong terjadinya penyelidikan atas profesi tersebut secara umum. Tidak mengejutkan kalau auditor bisa menyesuaikan dengan baik dengan gabungan fitur, tugas, dan hak-hak dalam kerangka kerja nilai seperti yang sebelumnya dijelaskan bagi profesi secara umum.

DOMINANSI NILAI-NILAI ETIS DARIPADA TEKNIK AUDIT ATAU AKUNTANSI
Banyak akuntan, dan sebagian besar non-akuntan, meyakini pendapat bahwa penguasaan teknik audit dan/atau akuntansi merupakan keharusan dan kewajiban dari profesi akuntansi. Tetapi hanya relatif sedikit skandal yang benar-benar disebabkan oleh kesalahan metodologis dalam penerapan teknik tersebut – sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dalam penilaian mengenai penggunaan teknik yang sesuai atau pelaporan yang terkait dengannya. Beberapa dari kesalahan dalam penilaian berasal dari kekeliruan masalah disebabkan oleh kerumitannya, sementara yang lainnya disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai etis seperti kejujuran, integritas, obyektivitas, kepedulian yang terus-menerus, kerahasiaan, dan komitmen terhadap kepentingan yang lainnya di atas kepentingan sendiri.
Contoh dari terlalu percayanya pada kemudahan teknis daripada penggunaan nilai-nilai etis atau penilaian yang tepat sangat banyak. Sebagai contohnya, penerapan akuntansi yang secara konseptual brilian akan kekurangan kemanfaatannya jika terbiaskan atau mengalami kecondongan. Tekanan terhadap pelaporan yang tepat dari rekening non-kolektibel atau penerimaan yang diterima sebelum terjadi kebangkrutan sering bukanlah kompetensi yang diragukan, tetapi jika seseorang salah menempatkan loyalitasnya kepada manajemen, klien, atau dirinya sendiri, daripada kepada publik yang mungkin berinvestasi di bank atau perusahaan pinjaman dan simpanan.
Tetapi perlu diperhatikan bahwa kadangkala masalah pelaporan begitu kompleks atau transaksinya begitu sulit sehingga tekanan terhadap pelaporan terlihat merupakan interpretasi yang beralasan pada saat dibuat keputusan. Sebagai contohnya, akuntan seringkali berhadapan dengan keputusan mengenai keputusan kapan dan seberapa banyak yang harus dilaporkan mengenai kondisi keuangan perusahaan yang jelek. Mungkin saja perusahaan bisa mengatasi masalah ini jika tersedia waktu yang mencukupi, tetapi untuk melaporkan kelemahan mungkin bisa memicu kebangkrutan.
Terutama dalam situasi ketidakpastian, akuntan harus berhati-hati bahwa keputusan mereka tidak boleh ternoda karena gagal mengamati nilai-nilai etika yang tepat. Setidaknya, nilai-nilai etika harus dipertimbangkan secara seimbang dengan kompetensi teknis. Tetapi, batas dominansinya mungkin karena nilai-nilai etika yang mendasar, yang ketika seorang profesional menemukan masalah yang melampaui kompetensinya, maka nilai-nilai etika-lah yang akan mendorong profesional mengakuinya dan melaporkan fakta tersebut. Tanpa nilai-nilai etis, kepercayaan yang penting bagi hubungan timbal balik tidak bisa dipertahankan, dan hak yang akan diberikan kepada profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi keefektifan yang bisa dihasilkan profesi independen ke masyarakat.

PRIORITAS TUGAS, LOYALITAS, DAN KEPERCAYAAN DALAM SEBUAH HUBUNGAN TIMBAL BALIK
Seorang akuntan profesional diberikan hak untuk memberikan pelayanan publik yang penting kepada masyarakat karena dia harus mempertahankan kepercayaan yang terdapat dalam tugas pelayanan publik tersebut. Akuntan publik tidak hanya harus memiliki keahlian, tetapi dia juga harus menerapkan keahlian tersebut dengan keberanian, kejujuran, integritas, obyektivitas, kepedulian yang terus-menerus, kompetensi, kerahasiaan, dan penghindaran dari kekeliruan dalam usaha memastikan mereka yang bergantung pada keahlian tersebut bisa mempercayai bahwa kepentingan mereka ditangani dengan baik.
Tetapi, sejarah telah menunjukkan bahwa nilai-nilai ini, karakteristik, dan prinsip-prinsip belumlah cukup, untuk memastikan prediktabilitas dan praktek terbaik dalam pemilihan tindakan akuntansi atau pendekatan audit. Oleh karena itu, dalam usaha menyempitkan kisaran pilihan yang bisa diterima mengenai tindakan-tindakan akuntansi atau praktek audit, akuntan profesional diharapkan bisa mematuhi Prinsip Akuntansi yang diterima secara umum (GAAP) dan standar audit yang diterima secara umum (GAAS). Standar dan prinsip yang secara umum diterima ini dibuat sedemikian rupa sehingga pilihan yang ditentukan berdasarkan prinsip dan standar tersebut bisa adil bagi beragam pengguna hasil audit dan laporan keuangan (yaitu adil terhadap kepentingan publik). Hal ini berarti bahwa laporan keuangan teraudit dimaksudkan agar bisa adil disajikan dari perspektif semua pihak, yaitu pemegang saham yang ada, calon pemegang saham, peminjam, manajemen, pemerintah, dan seterusnya. Jika laporan keuangan teraudit terbiaskan untuk menguntungkan salah satu kelompok pengguna atas kelompok lainnya, kepercayaan yang sangat penting dalam hubungan pelayanan publik akan rusak. Akuntan profesional yang terlibat tidak akan mementingkan dirinya sendiri, dan menghancurkan temannya sendiri, yang bisa mempengaruhi reputasi dan kredibilitas profesi tersebut.
Keharusan mengikuti nilai-nilai etis yang sebelumnya telah disebutkan dan pada GAAP sama pentingnya bagi akuntan profesional yang bekerja di manajemen, sebagai karyawan, atau sebagai konsultan yang melayani mereka yang membuat laporan keuangan audit. Perbedaan antara manipulator angka terlatih dengan auditor adalah bahwa seorang pengguna bisa bergantung pada atau memiliki kepercayaan dalam integritas kerja profesional. Setiap keterlibatan dengan kekeliruan atau laporan terbiaskan atau aktivitas tak-etis akan merusak kepercayaan yang dibutuhkan dalam hubungan pelayanan publik profesional, dan akan menghancurkan anggota lainnnya dari profesi tersebut.
Jika seseorang ingin menjadi seorang akuntan publik, dia harus mau selalu bertindak dengan integritas. Dia tidak boleh terlibat dalam kekeliruan atau hal-hal ilegal karena adanya loyalitas salah-arah kepada seorang majikan atau klien. Loyalitas harus menjadi perhatian utama yang diarahkan pada pelayanan kepentingan publik, dan kemudian pada profesi akuntansi lewat pemahaman terhadap prinsip-prinsip yang telah disebutkan dalam aturan main dan standarnya.
Auditor secara khusus diangkat oleh pemegang saham atau pemilik sebagai agen mereka untuk menguji aktivitas perusahaan dan melaporkan berdasar pada akurasi sistem keuangan, dan kelayakan laporan tahunan. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham/pemilik dari sejumlah masalah, termasuk aturan manajemen yang tidak jujur. Laporan keuangan teraudit digunakan dan disandarkan oleh baik pemegang saham yang ada dan calon pemegang saham maupun kreditor, serta oleh pemerintah dan yang lainnya. Penyandaran ini sangat penting bagi operasional perusahaan yang efektif di masa mendatang secara umum. Pilihan tindakan akuntansi atau pelaporan yang meningkatkan penerimaan terakhir dengan mengorbankan penerimaan di masa mendatang bisa merusak kepercayaan yang dibutuhkan untuk pembentukan hubungan pelayanan publik dengan masyarakat – sebuah hasil yang bisa mendorong terjadinya kekeliruan dan hilangnya reputasi auditor dan profesi secara keseluruhan. Pilihan Enron memicu terjadinya reaksi tersebut. Demikian pula, loyalitas auditor kepada publik harus tidak boleh kurang daripada loyalitas kepada pemilik/pemegang saham yang ada, dan tidak boleh ditujukan semata-mata kepada manajemen perusahaan.


NILAI PENTING YANG DITAMBAHKAN OLEH AUDITOR
Penilaian seorang akuntan profesional mengenai layanan apa yang ditawarkan dan bagaimana melakukannya harus didasarkan sebagiannya pada pemahaman mengenai nilai penting yang ditambahkan oleh auditor. Kredibilitas adalah nilai penting yang ditambahkan oleh akuntan publik dalam layanan kepastian yang lebih baru serta yang tradisional. Hal ini menjadi lebih jelas terlihat pada proses pembentukan visi belakangan ini.
Kompetensi tentu saja merupakan faktor penting, dan kompetensi tingkat tinggi bisa dan memberikan keuntungan kompetitif. tetapi, kompetensi tingkat tinggi bisa diperoleh oleh non-profesional, sehingga dengan sendirinya bukan merupakan nilai penting yang ditambahkan oleh akuntan publik. Kredibilitas kepada klien/majikan dan publik secara keseluruhan, bergantung pada reputasi profesi secara keseluruhan, dan reputasi berasal dari nilai profesional profesi tersebut dan ekspektasi yang dibuat oleh seseorang yang ingin dilayani. Secara khusus, nilai penting yang ditambahkan oleh akuntan publik terletak pada ekspektasi bahwa apapun layanan yang ditawarkan akan didasarkan pada integritas dan obyektivitas, dan nilai-nilai ini, selain standar minimum kompetensi dipastikan, menyertakan kredibilitas dan kepastian pada pelaporan dan aktivitas.


STANDAR DAN PRINSIP FUNDAMENTAL
Pemeliharan reputasi yang bagus dari sebuah profesi sangat penting bagi kemampuan profesi untuk tetap bisa menikmati hak dan keistimewaannya, termasuk otonomi dalam mendisiplinkan anggotanya, pembentukan standar akuntansi, dan pengakuan dari publik dan pemerintah bahwa organisasi profesional yang baru tidak perlu dibuat untuk melayani kepentingan publik secara lebih efektif. Frase sepanjang waktu sangat signifikan karena publik akan menilai jelek setiap kekeliruan serius dari akuntan profesional, termasuk mereka yang diluar aktivitas profesional atau bisnis, dan juga terhadap profesi tersebut secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika seorang akuntan publik dinyatakan terlibat dalam tindak kriminal atau pelanggaran, maka sertifikatnya juga biasanya dicabut.
Pemeliharaan standar kepedulian juga sangat penting untuk layanan yang sesuai bagi kepentingan publik dan klien. Integritas, objektivitas, dan kejujuran, dalam pembuatan laporan, pilihan sistem akuntansi, dan penafsiran data akuntansi akan menjamin bahwa klien dan publik tidak akan disesatkan. Kadangkala opini atau laporan bisa kekurangan integritas jika profesional yang terlibat di dalamnya tidak bisa mempertahankan independensi dari seseorang yang kemungkinan mencari untung atau akan dirugikan oleh laporan tersebut, dan ini menyebabkan profesional melakukan bias dalam laporan, keputusan, atau interpretasi untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Terjadinya bias sangat sulit dihindari, sehingga para profesional seringkali diingatkan untuk menghindari setiap situasi atau hubungan yang bisa mendorong terjadinya persepsi bias. Inilah kenapa, meskipun di masa lalu para profesional telah berhasil bertindak sebagai pemelihara pembukuan, auditor, pemegang saham, direktur, sebuah perusahaan, aturan main modern saat ini sangat menentang situasi yang melibatkan terjadinya konflik kepentingan yang jelas. Kemungkinan seorang auditor menyimpangkan laporan demi kepentingannya sendiri, atau demi rekannya sesama pemegang saham, dinilai bisa mendorong terjadinya konflik tersebut. Alasan yang sama telah mendorong ditetapkannya pemisahan tugas di dalam sebuah perusahaan dan, kapanpun memungkinkan, di antara fungsi audit dengan pemeliharaan pembukuan. Sederhananya, dari sudut pandang profesional, kenapa harus meninggalkan kue yang masih hangat, jika hal tersebut bisa mendorong seseorang untuk mencurinya? Sangat menarik menduga-duga siapa yang harus lebih dipersalahkan; orang yang meninggalkan kue tersebut atau orang yang memanfaatkan keadaan tersebut.
Sangat tidak mungkin bagi seorang akuntan publik untuk menawarkan layanan pada tingkat seorang klien atau majikan memiliki hak ekspektasi ketika profesional tersebut tidak bisa mempertahankan kompetensinya terkait dengan standar terbaru mengenai pelaporan, tindakan akuntansi, dan praktek bisnis. Tetapi, melampaui pemahaman dan pengembangan fasilitas yang sesuai dengan standar terbaru, seorang akuntan profesional harus bersikap dengan kepedulian yang terus-menerus.


KESIMPULAN
Watak independensi, profesionalitas dan integritas auditor adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian dari seorang auditor. Implementasinya harus terwujud di dalam pola pikir dan pola laku setiap auditor.
Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Manusia akan selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi, profesionalitas, dan integritas merupakan perwujudan atau pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan berprilaku baik “hablumminallah” maupun dalam “hablumminannas”.
Keyakinan akan perkembangan auditor kearah yang lebih baik di masa-masa yang akan datang harus ditumbuhkan. Setiap manusia memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Tergantung dari sejauhmana memahami kode etik yang dibangun oleh organisasi. Masih banyak auditor yang mempertahankan sifat independensi, profesionalitas dan integritasnya demi nilai-nilai kebenaran yang dimilikinya.
Kejujuran, profesionalitas, independensi dan integritas harus ditumbuhkembangkan untuk menjaga nilai-nilai yang melekat pada diri auditor dan meminimalisasi kesalahan yang dilakukan auditor atau akuntan publik. Dan ini harus dikawal oleh sebuah regulasi yang benar-benar mengikat.